Home » » DIBAWAH NAUNGAN PEDANG DAN DIBAWAH TELAPAK KAKI IBU

DIBAWAH NAUNGAN PEDANG DAN DIBAWAH TELAPAK KAKI IBU

Written By ULUL AZMI MZ on Minggu | 19.01





Pertanyaan:

Assalamu ‘Alaikum  ... hadits yang berbunyi: Al Jannatu tahta zhilalis suyuf, artinya surga dibawah naungan pedang. (HR. Al Hakim), yang biasa kita dengar adalah Al Jannatu tahta aqdamil ummahat, artinya surga di bawah telapak kaki ibu. (HR. Ahmad). Peribahasa Inggris: Time is money, Arab: waktu adalah pedang. Mohon penjelasannya. Jazakallah.

Jawaban:
Wa ‘Alaikum salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d:
Hadits-hadits dan kata-kata di atas memang sering beredar di masyarakat, melalui lisan para penceramah, dan sebagian buku dan majalah Islam. Sebagian masyarakat ada yang memahaminya dengan baik, ada pula yang keliru dan akhirnya menilai agama Islam dengan pandangan yang salah.
               
 Kita lihat hadits pertama  yang ditanyakan oleh saudara penanya:

Dari Abdullah bin Abu ‘Aufa, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلَالِ السُّيُوفِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ السَّحَابِ وَهَازِمَ الْأَحْزَابِ اهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ

 “Wahai manusia, janganlah kalian mengharapkan berjumpa musuh, mintalah kepada Allah keselamatan. Tetapi jika bertemu mereka, bersabarlah dan ketahuilah bahwa surga di bawah naungan pedang.” Kemudian Beliau berdoa: “Ya Allah, yang menurunkan Al Kitab, yang menggerakkan awan, yang mengalahkan musuh yang berkomplot, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami atas mereka.” Hadits ini SHAHIH, dikeluarkan oleh: Imam Al Bukhari dalam Shahihnya, Kitab Al Jihad was Siyar Bab Al Jannah Tahta Baariqati As Suyuuf No. 2818, dengan lafaz hanya: ketahuilah bahwa surga di bawah naungan pedang. Juga dalam Bab Kaanan Nabiy Idza Lam Yuqaatil Awwalan Nahar Akhkharal Qitaal hataa Tazuulasy Syams   No. 2966, juga dalam Bab Laa Tamannaw Liqa’al ‘Aduww No.  3024 -Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al Jihad was Siyar Bab Karahati Tamanni Liqa’il ‘Aduww wal Amru bish Shabri ‘Indal Liqa’  No. 1742, juga Kitab Al Imarah Bab Tsubuutil Jannah Lisy Syahid No. 1902, dengan lafaz: sesungguhnya pintu-pintu surga di bawah naungan pedang. -Imam At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitab Fadhail Jihad  ‘an Rasulillah Bab Dzukira Anna Abwaabal Jannah Tahta Zhilalis Suyuuf No. 1659  -Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 19114, 19538, 19680 -Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 1770 - Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya, Bab Fadhlil Jihad Dzikri Rajaa’ Nawaal Al Jinan bits Tsabaat  Tahta Azhillatis Suyuuf fi Sabilillah No.  4617 -Imam Abu ‘Uwanah dalam Musnadnya No. 2572, 7340. 7341, 7342 - Imam Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 7324, 7330 Dan lain- lain

Hadits ini tidaklah bermakna hakiki dan zahir, bahwa surga ada di bawah naungan dan bayangan pedang. Kita buka sarung pedang lalu kita cari surga di bawah bayangannya. Bukan begitu. Ini adalah majazi, bahwa surga itu diperoleh dengan jalan jihad fi sabilillah, dan pedang merupakan sarana jihad pada masa itu. Oleh karenanya, hadits-hadits ini diletakkan oleh para imam hadits dalam pembahasan jihad dan keutamaannya. Dan, jihad mengorbankan jiwa, harta, dan raga, hanyalah salah satu cara untuk meraih surgaNya. Artinya, tidaklah selayaknya seorang muslim berpikiran sempit bahwa Islam adalah  agama yang menjanjikan surga hanya dengan satu jalan, yakni pedang dan kekerasan. Apalagi setelah diketahui nasihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa kita dilarang mencari musuh, tetapi jika berjumpa dengan mereka, bersabarlah dan berdoalah kepada Allah Ta’ala agar diberikan kemenangan.


Para ulama menjelaskan makna “surga di bawah naungan pedang”:

فمعناه ثواب الله والسبب الموصل إلى الجنة عند الضرب بالسيوف في سبيل الله ومشى المجاهدين في سبيل الله فاحضروا فيه بصدق واثبتوا

Maknanya adalah pahala dari Allah dan alasan yang membuatnya sampai ke surga adalah ketika mengayunkan pedangnya fisabilillah, dan berjalannya para mujahidin fisabilillah mereka ikut andil dalam jihad dengan jujur dan tegar.  (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 12/46, ‘Umdatul Qari, 21/20)


Ada pun hadits kedua:
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الجنة تحت أقدام الأمهات
                Surga di bawah telapak kaki ibu.
                Hadits ini dikeluarkan dari dua jalur. 



Pertama
 jalur Anas bin Malik, diriwayatkan oleh:
-    Imam Al Qudha’i dalam Musnad Asy Syihab No. 119
-    Imam Ad Dailami dalam Musnad Firdaus No. 2611
-    Imam Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 4539
-  Imam Al Khathib Al Baghdadi dalam Al Jami’ li Akhlaqir Rawi No. 1702
-   Imam Abu Asy Syaikh dalam Thabaqat Al Muhadditsin bi Ashbahan, 3/568 Terhadap jalur Anas bin Malik ini, berkata Imam Al ‘Ajluni Rahimahullah ­ - dan dia mengisyaratkan kelemahannya:

وفيه منصور بن المهاجر وأبو النضر الأبار لا يعرفان ، وذكره الخطيب أيضا عن ابن عباس رضي الله عنهما وضعفه

Di dalam sanadnya terdapat Manshur bin Al Muhajir dan Abu An Nadhar Al Abar, keduanya tidak dikenal. Al Khathib menyebutkan pula hadits ini dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dan dia mendhaifkannya. (Imam Al ‘Ajluni, Kasyful Khafa, 1/335)

Imam As Sakhawi Rahimahullah mengatakan:

قال ابن طاهر ومنصور وأبو النضر لا يعرفان والحديث منكر

Berkata Ibnu Thahir: Manshur dan Abu An Nadhar adalah dua orang yang tidak dikenal, dan hadits ini munkar.(Al Maqashid Al Hasanah, 1/287)




Kedua, jalur Ibnu Abbas dikeluarkan oleh:

-          Imam Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil,  6/348. Pada pembahasan biografi  Musa bin Muhammad bin ‘Atha  Abu Thahir Al Maqdisi. Imam Ibnu ‘Adi mengatakan: hadits ini munkar.

-          Imam Adz Dzahabi dalam Mizanul I’tidal,  4/220. Pada pembahasan biografi Musa bin Muhammad bin ‘Atha.

Tentang Musa bin Muhammad bin ‘Atha ini, Imam Abu Hatim dan Imam Abu Zur’ah menyebutnya sebagai pendusta. Imam An Nasa’i mengatakan: laisa bitsiqah – bukan yang bisa dipercaya. Imam Ad Daruquthni dan lainnya mengatakan: matruk – haditsnya ditinggalkan. Imam Ibnu Hibban mengatakan: tidal halal meriwayatkan hadits darinya, dia pernah memalsukan hadits. Imam Ibnu ‘Adi mengatakan: dia mencuri hadits. (Lihat semua dalam Mizanul I’tidal, 4/219-220) 

 Al ‘Allamah Muhammad Thahir bin Ali Al Hindi Al Fatani mengatakan bahwa yang jalur Anas adalah haditsmunkar, jalur Ibnu Abbas adalah dhaif. (Tadzkiratul Maudhu’at, Hal. 220)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

وما أعرف هذا لفظا مرفوعا بإسناد ثابت
Saya tidak ketahui adanya lafaz seperti ini secara marfu’ (sampai kepada nabi) dengan isnad yang kuat.(Ahadits Al Qashash, 1/113)

Syaikh Al Albani Rahimahullah mengatakan tentang hadits ini, yang jalur Anas bin Malik: dhaif(Lihat Dhaiful Jami’ No. 2666), sedangkan yang jalur Ibnu Abbas:  maudhu’ (palsu). (Lihat As Silsilah Ad Dhaifah No. 593)

Tetapi, apakah semua hadits yang semisal ini adalah dhaif, munkar, bahkan palsu? Tidak, ada hadits serupa dari jalur lain, yang sanadnya  bisa dipercaya.

Dari Mu’awiyah bin Jahimah As Salami, katanya:

أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Bahwasanya Jahimah mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu dia berkata:  “Wahai Rasulullah, saya hendak ikut berperang, saya datang untuk bermusyawarah denganmu.” Beliau bersabda: “Apakah kamu masih punya ibu?” Beliau menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Tinggal-lah bersamanya, sesungguhnya surga di bawah kedua kakinya.”

Hadits ini dikeluarkan oleh:

-          Imam An Nasa’i dalam Sunannya, Kitab Al Jihad Bab Ar Rukhshah fit Takhallufi liman lahu Waalidah No. 3104
-          Imam Ibnu Majah dalam Sunannya dengan lafaz sedikit berbeda, Kitab Al Jihad Bab Ar rajul Yaghzu wa Lahu Abawaan, No. 2781
-          Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak ‘Ala Ash Shahihain No. 2502 dan 7248, katanya: shahih.
-          Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 7833
-          Imam Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush Shahabah No. 5492

Imam Al ‘Ajluni menyebutkan bahwa: hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim, tetapi telah dita’qib  (dikoreksi) sebagai hadits yang idhthirab (guncang). (Kasyful Khafa, 1/335), demikian pula disebutkan oleh Imam As Sakhawi. (Al Maqashid Al Hasanah, 1/287).

Hadits yang mengalami idhthirab disebabkan sanadnya bertentangan antara hadits tersebut dengan hadits lain yang tidak bisa dikompromikan, baik pertentangan itu terjadi pada matan,  dan juga pada sanad.

Ada pun sebagian ulama telah menyatakan keshahihan hadits ini. Syaikh Al Albani – setelah menguraikan palsu-nya hadits al jannah tahta aqdamil ummahat - mengatakan dalam As Silsilah Adh Dhaifah:

ويغني عن هذا حديث معاوية بن جاهمة أنه جاء النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله أردت أن
أغزووقد جئت أستشيرك ؟ فقال : هل لك أم ؟ قال : نعم . قال : فالزمها فإن الجنة تحت رجليها . رواه النسائي ( 2 / 54 ) ، وغيره كالطبراني ( 1 / 225 / 2 ) . وسنده حسن إن شاء الله ، وصححه الحاكم ( 4 / 151 ) ، ووافقه الذهبي ، وأقره المنذري ( 3 / 214 ) .


Dan cukuplah tentang masalah ini, haditsnya Muawiyah bin Jahimah bahwasanya dia mendatangi    NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu dia berkata:  “Wahai Rasulullah, saya hendak ikut berperang, saya datang untuk bermusyawarah denganmu.” Beliau bersabda: “Apakah kamu masih punya ibu?” Beliau menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Tinggal-lah bersamanya, sesungguhnya surga di bawah kedua kakinya.” Diriwayatkan oleh An Nasa’i (2/54), dan selainnya seperti Ath Thabarani (1/225/2).  Dan sanadnya  hasan, Insya Allah. Dishahihkan oleh Al Hakim (4/151), dan disepakati oleh Adz Dzahabi, dan disetujui oleh Al Mundziri (3/214)(Lihat As Silsilah Adh Dhaifah, 2/59)

Dengan demikian, hadits “surga di bawah telapak kaki ibu” secara sanad masih bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana dikatakan Syaikh Al Albani:

لكن الحديث بمجموع طرقه صحيح
Tetapi hadits ini dengan kumpulan berbagai jalurnya adalah shahih(Lihat Irwa’ul Ghalil, 5/21)

 Maknanya adalah surga bagi seorang anak adalah dengan berbakti kepada ibunya.  Imam Al ‘AjluniRahimahullah menjelaskan:

والمعنى أن التواضع للأمهات وإطاعتهن في خدمتهن وعدم مخالفتهن إلا فيما حظره الشرع سبب لدخول الجنة
Maknanya adalah bahwa merendahkan diri kepada ibu, mentaati mereka, melayani dan tidak menyelisihi mereka –kecuali dalam hal yang bertentangan dengan syara’-  merupakan sebab dimasukkan ke dalam surga.(Kasyful Khafa, 1/335)

Selanjutnya adalah tentang ungkapan orang Barat, Time Is Money, waktu adalah uang. Ini adalah ungkapan yang beranjak dari ideologi materialisme. Hidup serba kebendaaan, mulia dan rendahnya seseorang ditentukan banyak sedikitnya harta. Bagi mereka hidup adalah untuk mencari uang semata. Sehingga, uang adalah menjadi puncak semua agenda hidup mereka.  Bahagianya mereka karena adanya uang, sedihnya mereka karena ketiadaan uang.  Sehingga hari-hari mereka di isi oleh kesibukan dunia,  mencari harta, dan menumpuk-numpuknya. Mereka baru merasa rugi menyia-nyiakan waktu, merasa rugi berlalunya waktu,   karena hal itu membuat  terbuangnya kesempatan untuk  mengumpulkan uang. Harga waktu diukur dari berapa banyak dollar dan rupiah yang bisa dihasilkan dari waktu tersebut.

Hidup mereka tidak seimbang. Mereka menyangka manusia adalah materi dan jasad semata. Sehingga puncak kebahagian mereka adalah kenikmatan materi dan jasad, bukan lainnya.

Semua ini bukan aqidah kita, bukan cara pandang hidup seorang muslim. Cara pandang hidup kita adalah sebagaimana yang Al Quran bimbing:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. (QS. Al Qashash: 77)

Ada pun ucapan “waktu bagaikan pedang” bukanlah hadits, sebagian kalangan menyebut sebagai ucapan Imam Asy Syafi’i Rahimahullah.

Berkata Syaikh Said bin Musfir Al Qahthani:

يقول الشافعي : نفسك إن لم تشغلها بالحق أشغلتك بالباطل.والوقت كالسيف إن لم تقطعه قطعك.

Berkata Asy Syafi’i: jika  kamu tidak menyibukkan jiwa dengan kebenaran, niscaya dia akan menyibukkan kamu dengan kebatilan. Waktu bagaikan pedang, jika kau tidak mampu memotongnya, maka dialah yang akan memotongmu.  (Durus Lisy Syaikh Said bin Musfir, 54/4)

Artinya waktu mesti kita manfaatkan untuk kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat buat kehidupan dunia dan akhirat, jika tidak demikian, maka kita akan dikalahkan olehnya,    karena sifatnya yang cepat berlalu dan tidak kembali lagi.

Wallahu A’lam-bissowab